Berikut ini salah satu posting lawas yang saya anggap penting, menceritakan secara singkat perjalanan menuju Negeri Paman Sam, sekitar 8 tahun yang lalu. Saat itu suami saya sudah berada di Boston untuk melanjutkan studi di Boston University. Ben, si sulung, waktu itu berusia 8 tahun dan Billy 5 tahun. Alhamdulillah perjalanan waktu itu lancar sampai ke tempat tujuan.
Perjalanan Menuju Boston, AS
Hari itu 23 Maret 2006, kami diantar keluarga besar (Mbahyi alias Nenek, Abah Ibuk, adik-adik bersama para keponakan) menuju bandara Cengkareng. Saya membawa 3 koper besar dan 2 tas tenteng yang berisi mainan/buku dan makanan kecil buat anak-anak. Saya langsung check-in ke counter Garuda. Ternyata petugas bilang salah satu koper saya
overweight. Saya coba negosiasi dengan petugas itu, tapi dia bilang, daripada nanti setelah di Singapura saya dapet masalah dengan Northwest, mendingan sekarang mumpung masih ada waktu, koper segede gajah itu dikurangi isinya, dipindah ke koper yang lain. Untungnya saat itu masih ada tas milik Abah di mobil, entah apa isinya. Akhirnya Abah Ibuk dibantu dengan Pak Ansori dan Pak Bambang (teman keluarga) membongkar koper bermasalah itu dan memindahkan sebagian isinya. Saya sibuk ngisi formulir Imigrasi dan juga mengurus pembayaran fiskal.
Setelah semua beres, tibalah saat untuk kami berpamitan. Duh, sedih rasanya meninggalkan Indonesia. Alhamdulillah, sekitar pukul 10 malam kami tiba di Singapura. Kami mendapat jatah menginap di hotel dekat bandara (yang ternyata nggak terlalu dekat juga karena kami harus naik bus lumayan lama). Hotelnya keren banget, sampai anak saya bilang: "Mamah, kita nginep di sini 2 hari aja ya, jalan-jalan dulu baru berangkat ke Amerika…" hehhe..Enak aja!
Setelah sholat, sekitar pukul 12 malam saya bisa istirahat (dengan was-was takut nggak bisa bangun karena kami harus berangkat pagi-pagi sekali). Tak lupa saya meminta tolong resepsionis hotel untuk membangunkan saya sekitar pukul 3.30 pagi.
Paginya, saya bangunkan anak-anak untuk segera turun ke lobby karena kami harus naik
shuttle bus yang berangkat ke bandara sekitar pukul 4 dinihari. Sampai di bandara, dengan muka ngantuk, kami berusaha mencari sarapan. Untungnya ada kedai McDonald di sana. Singkat cerita, akhirnya kami naik pesawat Northwest yang akan membawa kami ke transit berikutnya: Tokyo, Jepang.
Di bandara Tokyo, meski sudah mulai kelihatan capek, anak-anak masih tetap ceria. Sambil menunggu waktu keberangkatan berikutnya (sekitar 2 jam), kami beli sushi (uenak..kata Iben) dan setelah itu sambil lesehan di ruang tunggu saya keluarkan buku bacaan, buku gambar dan crayon mereka. Mereka pun asyik membaca dan menggambar di ruang tunggu yang luas itu.
Akhirnya, kami pun dipersilahkan masuk ke pesawat untuk perjalanan berikutnya.
Next stop: San Fransisco. Dalam pesawat ini, Iben terpaksa duduk terpisah dari saya dan Billy. Saya sempat punya niat untuk minta tukeran dengan orang di sebelah saya, tapi nggak berani (hehe). Toh saya lihat Iben nggak masalah duduk diapit dua orang bule. Untungnya tempat duduknya masih sebaris, jadi meski terpisah, saya masih bisa memantau kondisinya. Dalam perjalanan kali ini Billy mulai bete: "Kapan sampainya Mah? Berapa jam lagi?" Segala macam mainan dan atau buku bacaan sudah nggak mempan lagi untuk membujuknya. Saya tawarin makanan kecil (yang mulai menipis stoknya) juga nggak mau. Untungnya tak berapa lama kemudian karena capek dia tertidur juga akhirnya.
Setiba di San Fransisco, kami harus antre lumayan panjang di konter Imigrasi. Untungnya nggak ada masalah. Petugas cuma memeriksa kelengkapan dokumen: paspor, visa, DS2019 dll..dan kami pun dipersilahkan masuk. Berikutnya adalah pemeriksaan bagasi. Duh, saya sempat deg-degan karena anjing pelacak yang dibawa petugas mendekati salah satu koper saya (yang kebetulan isinya makanan semua: krupuk, ikan asin, kacang……you name it..semua ada). Koper dan tas yang lain semua nggak ada masalah. Tapi koper berisi makanan itu harus dibongkar. Wah, mereka obrak-abrik semua. Saya memang bawa abon sapi yang khusus dibuat oleh Mbahyi (menurut saran beberapa teman, kalo dikemas dalam kaleng bakalan lolos. Ternyata nggak). Trus saya juga dititipi keluarga Mbak Uum, ragi tempe yang dibungkus rapat dengan daun dan koran, setelah dibuka ternyata ada jeruk sambel di dalamnya. Dibuang semua sama petugas. Saya sempat diinterogasi juga. Saya bilang aja, nggak tahu karena ini pertama kalinya saya ke Amerika. Anehnya, ikan asin dan terasi yang baunya masih tercium meski udah ditutup bubuk kopi, lolos semua.
Setelah melewati proses interogasi yang lumayan mendebarkan itu, kami diijinkan masuk ke pos berikutnya. Sebelum memasuki terminal keberangkatan menuju Boston, kami harus melewati security yang lumayan ketat: selain melewati
metal detector, kami juga harus melepas sepatu dan ikat pinggang.
Dengan sisa-sisa tenaga, akhirnya kami sampai juga ke ruang tunggu keberangkatan berikutnya. Iben dan Billy sudah bete abis, nggak bisa lagi senyum apalagi ketawa. Kami harus menunggu sekitar 1,5 jam lagi sebelum keberangkatan berikutnya. Tiba-tiba petugas American Airines bertanya: "Are you going to Boston?" Saya mengiyakan. Kemudian dia bilang kalo masih ada seat tersisa dalam pesawat yang akan segera berangkat ke Boston. Dan dia menawarkan kalo saya mau, bisa ikut sekarang. Wah, tentu saja tawaran yang menarik. Daripada menunggu lama di bandara, mendingan segera berangkat. Tapi sesaat sebelum kami boarding, saya baru ingat kalo saya harus memberitahu suami yang akan menjemput di bandara Logan. Untungnya saya masih sempat mengirim sms memberitahukan bahwa kami akan datang lebih awal.
Akhirnya…..sampai juga kami ke bandara Logan di Boston. Setelah menunggu beberapa saat, suami saya yang ditemani Mas Joas dan Mas Sukidi pun tiba. Senangnya!! Tapi kami harus menunggu bagasi saya yang datang dengan pesawat berikutnya. Lumayan lama juga. Billy saat itu sudah kelihatan agak pucat dan lemas karena capek. Untungnya setelah dibelikan coklat panas di kedai DunkinDonat, dia terlihat mendingan.
Ketika koper-koper bawaan saya akhirnya nongol di ban berjalan (yang langsung ketahuan karena saya beri label nama lengkap dengan alamat dengan tulisan gede-gede), suami dan teman-teman kaget juga karena banyak dan gedenya koper-koper itu. Berat lagi.
Begitu keluar dari gedung bandara, bbrrr….angin dingin langsung menerpa wajah-wajah kami. Untunglah waktu itu suami sudah membelikan jaket tebal untuk kami bertiga.
Sampe di apartemen kami di daerah Newton, kami disambut dengan masakan Mbak Uum alias Ny Sukidi: soto daging dan tumis tempe. Waduh, langsung kami santap dengan gembira ria. Makasih ya Mbaak..