Friday, December 25, 2015

Tumis Buncis Tempe dan Jamur



Meski sekilas tampak sederhana, masakan ini merupakan salah satu menu favorit di rumah saya. Berteman nasi putih panas, tanpa lauk yang lain pun sudah nikmat.

Jamur yang digunakan di masakan ini adalah jamur kancing (champignon). Pilih jamur yang masih segar, cuci bersih di bawah air mengalir dan keringkan dengan lap bersih atau paper towel.

Bumbunya pun nggak terlalu banyak. Tapi yang utama adalah: kecap manis. Pilihlah kecap yang dibuat dengan proses fermentasi alami kedelai, sehingga terasa manis dan gurih. Pilihan saya: kecap manis Indofood.

Mau mencoba? Ini resepnya..

Bahan:

1 kotak tempe ukuran sedang, potong-potong kecil memanjang.
Buncis secukupnya, buang serat pinggirnya, cuci bersih, potong tipis atau sesuai selera
Jamur kancing secukupnya, iris sesuai selera

4 siung bawang merah, iris halus
4 siung bawang putih, iris halus
3 buah cabe merah, jika suka pedas bisa ditambah cabe rawit, iris serong
1 buah cabe hijau besar, iris serong
Sedikit lengkuas, geprek
2 lembar daun salam
2 sdm kecap manis Indofood
Sedikit minyak sayur untuk menumis

Cara membuat:

1. Goreng tempe setengah matang, sisihkan.
2. Tumis bumbu yang telah dirajang/diiris hingga harum, tambahkan lengkuas dan daun salam.
3. Masukkan buncis dan jamur, aduk dan tambahkan sedikit air hingga buncis dan jamur matang.
4. Tambahkan tempe yang telah digoreng, aduk rata.
5. Tambahkan kecap manis, aduk rata. Angkat dan hidangkan bersama nasi putih.

Selamat mencoba!

Friday, February 6, 2015

Satu lagi yang saya anggap sebagai "masterpiece": kue coklat istimewa ini. Tekstur kuenya yang lembab dan nyoklat banget, sangat cocok dengan selera saya. Sudah beberapa kali membuat kue ini, selalu menuai pujian.. *ehm*



The Ultimate Chocolate Cake


Ini kue yang saya buat khusus untuk ultah suami tercinta. Resepnya saya dapat dari Website Martha Stewart Mustinya kue ini dihias pake Ultimate Chocolate Frosting yang memakai gula halus dalam jumlah banyak dan perlu waktu lama buat ngocoknya. karena stok gula halus di rumah tinggal sedikit, akhirnya saya pakai frosting yang berbeda, yang mestinya dipakai untuk Devil's Food cake di situs yang sama.

Kuenya oke banget, dan frosting yang saya pilih juga tidak mengecewakan, oke banget deh pokoknya.





Bahan:

1 cup bubuk coklat (Dutch processed cocoa), ayak
3/4 cup kopi panas
1 cup susu, suhu ruang
2 3/4 cup cake flour (not self-rising)*
1 sdt baking soda
1/2 sdt garam
1 1/2 cup (3 sticks) unsalted butter, suhu ruang
2 1/2 cup gula pasir
1 sdt pure vanilla extract
4 telur, suhu ruang

Bahan frosting:

6 sdm bubuk coklat (unsweetened Dutch-process cocoa powder)
6 sdm air panas
1 cup (2 sticks) unsalted butter, suhu ruang
1/2 cup gula halus
sedikit garam
1 pound (-/+ 450 gr) semisweet chocolate







Cara membuat:

Kue Coklat:

1. Siapkan dua buah loyang bulat berukuran 8 inch, lapisi dengan kertas roti, semir dengan mentega dan taburi bubuk coklat, ratakan, sisihkan.
2. Campurkan bubuk coklat dengan kopi panas dan susu, dinginkan. Ayak bersama: terigu, baking soda dan garam. Sisihkan.
3. Kocok butter hingga lembut, masukkan gula dan vanilla secara bertahap. Tambahkan telur satu persatu, kocok hingga rata.Tuangkan campuran coklat yang telah dingin, aduk hingga rata.
4. Masukkan bahan kering yang telah diayak, aduk hingga tercampur rata.
5. Tuang ke dalam loyang yang telah disiapkan. Panggang dalam suhu 350 F selama 20 menit, kemudian pindahkan posisi loyang (yg semula di atas pindahkan ke bawah, dan sebaliknya). Panggang lagi 15 menit atau hingga matang (cek dengan tusuk sate, kalau sudah nggak menempel berarti sudah matang.
6. Dinginkan di rak.

Frosting:
1. Campurkan air panas dan bubuk coklat hingga rata, sisihkan.
2. Lelehkan coklat (bisa dengan microwave atau ditim). Dinginkan
3.. Kocok mentega, garam dan gula halus hingga lembut dan berwarna pucat dengan mikser kecepatan medium-high. Kurangi kecepatan mikser, masukkan coklat leleh dan campuran bubuk coklat. Kocok hingga rata dan halus.Siap digunakan.

Note:

*cake flour bisa diganti dengan menambahkan cornstarch ke dalam tepung terigu all purpose.
Cara yang paling mudah:
Untuk 1 cup cake flour: Tuang 2 sdm cornstarch ke dalam gelas ukur ( 1 cup), tambahkan terigu hingga penuh, ratakan permukaannya.
Sebelum tinggal di negeri orang, saya bukan orang yang suka masak, atau apalagi membuat kue. Sebenarnya dulu waktu remaja sempat berkeinginan seperti ibu saya yang jago masak. Apa daya ketika nimbrung di dapur, pengen belajar secara langsung, Mbak santri yang waktu itu bertugas masak di rumah, galaknya minta ampun. Dia emang jago masak, plus bisa multitasking. Jadi dalam waktu singkat bisa menyelesaikan beberapa jenis masakan. Nah, kalau saya dan adik-adik nimbrung ke dapur, buat dia malah dianggap mengganggu kerjaan, ujung-ujungnya kami diusir deh..

Tapi begitu tinggal di luar negeri, mau nggak mau harus belajar masak. Eh, begitu bisa malah ketagihan terus berlanjut mencoba membuat berbagai macam kue, termasuk penganan tradisional. Sayang sekali hampir semua resep yang pernah saya coba lenyap bersama matinya situs Multiplly. Untungnya beberapa sempat saya cross-posting ke facebook. Nah, yang saya posting ulang di sini adalah yang masuk kategori "masterpiece" saja. Mohon dimaklumi, yang semula nggak kenal sama oven, tahu-tahu bisa bikin lapis legit. Pencapaian yang cukup fenomenal kan?


Lapis Legit Durian (Thousand-Layer Cake with Durian Flavour)


This is my second attempt to make this special cake, after the first one failed, almost a year ago. The failure was caused by a silly reason: I didn't know how to use broiler in the gas ranges in my kitchen. I thought all I had to do was setting it to 'broiler' and then put the pan in the same place in the oven like I did in our previous apartment. Then I realized that the model is different, so I tried to find the information online. Now I know that the broiler compartment is located below the oven. I need the broiler because this cake is cooked with upper heat.

Let's talk about the cake. This cake is a very popular Indonesian cake. Its original flavor usually comes from mixed ground spices: cinnamon, clove, nutmeg and cardamom. But instead of using this aromatic spices, I used durian (the fruit with a strong scent-see the picturebelow ), thanks to my dear friend Fitri who shared the recipe in her blog.

To make this cake, you have to be patient because you have to put the batter gradually to make layers. I used 1/4 cup measuring spoon to measure the batter.

Here is the recipe, copied from Rumah Manis, with permission. Thanks Mommy Nisa!!






Ingredients:

400 gr butter
150 gr sugar

10 egg yolks
1 tsp essence Durian - I didn't use it
1 cup durian
60 ml milk
200 gr flour
50 gr cornstarch

7 egg whites
150 gr sugar

Directions:

Grease and line the bottom of a 8" x 8" baking pan. Preheat oven to 350 F (upper heat only).

In a large mixing bowl, cream together butter and sugar until light. Add in egg yolks and continue to cream until smooth and fluffy.

Add in durian and milk, and stir until well blended. Sift and fold in flours until well combined.

In a separate bowl, beat egg whites until foamy then add in sugar gradually while beating. Continue to beat until stiff. Stir it into the batter and mix until well combined.

Spoon about 100g of the batter into the baking pan and spread it evenly. Place it in the middle of the oven and bake until golden brown (+/- 3 - 5 minutes)

Remove it from the oven, use a fork to prick some holes on the cake.Brush a cake with a little of butter, very thin and press the cake with a bottom of spoon. Then spoon another 100g of the batter onto the baked layer and spread evenly. Bake until golden brown. Repeat this step until finished.

Remove the cake from oven, invert and cool on rack. 



Thursday, February 5, 2015

Ketika anak-anak saya berkesempatan mengenyam pendidikan di negeri orang, saya tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk ikut mengasah kemampuan berbahasa Inggris saya, sekaligus menambah teman yang berasal dari berbagai latar-belakang. Kebetulan sekolah anak saya, Bowen School, termasuk sekolah bagus dengan murid yang paling beragam.Murid-muridnya nerasal dari segala penjuru dunia: dari negara-negara Asia, Timur-Tengah, hingga Eropa. Jadi tiap ada acara di sekolah yang membutuhkan relawan, saya selalu mendaftar, meski saat pertama datang bahasa Inggris saya masih pas-pasan. Tapi pede aja.. Yang ini salah satu di antaranya. Sayang foto-fotonya ternyata tidak ikut terback-up. Harus dilacak lagi di arsip. Nanti insya Allah akan diupdate
Bowen Spring Fling 2008
Spring Fling adalah event besar di Bowen School yang bertujuan menggalang dana untuk kepentingan sekolah (membeli alat-alat penunjang pendidikan, misalnya). Acara ini diadakan tiap tahun sekali, menjelang sekolah berakhir, atau pada permulaan musim semi, sesuai namanya..
Beberapa minggu sebelum acara puncak pada Sabtu (18 Mei) kemaren, panitia sudah membagikan tiket spring raffle kepada setiap keluarga. Tiap tiket dijual seharga $ 2, dengan lebih dari 200 hadiah yang bisa dipilih, dan akan diundi pada puncak acara.
Nah, Sabtu kemaren, acara puncaknya diisi dengan berbagai macam permainan, yang masing-masing dibawakan oleh tiap kelas. Di antaranya: Candy Gram (dari kelas Iben, saya juga ikut bertugas selama 30 menit), Dice Game (kelas Billy), Cookie Decorating, Mini Golf dan lain-lain. Tiap permainan juga memerlukan tiket, yang bisa dibeli di lobby sekolah. Jadi modelnya kayak Time Zone gtu. Kalau berhasil, juga dapetin tiket merah yang bisa ditukar dengan hadiah.
Selain permainan, PTO juga menggelar bazzar mini menjual makanan, seperti pizza, burrito, minuman soda dll. Pokoknya semuanya bertujuan mengumpulkan dana sebanyak-banyaknya.
Acaranya meriah, rame dan seru. Saya yang ikutan bertugas memilih pemenang (undian) sempat kagum dengan kerja panitia inti, karena semuanya terorganisir dengan baik.
Ohya, ada juga pengumpulan sepeda bekas yang akan dikirim ke negara-negara berkembang (tentu saja setelah diperbaiki dulu jika ada kerusakan dll) melalui organisasi BikesNotBombs.org.

Belum lama tinggal di Boston, tiba-tiba ada insiden yang membuat saya cukup panik: Billy yang sedang asyik main bersama kakaknya jatuh dari kursi, kepalanya berdarah-darah. Ternyata belakangan baru saya sadar, jatuhnya tepat mengenai pembatas buku dari logam yang ada di dekat situ. Berikut kisah lengkapnya..
The Day When Billy Got an Accident
I will never forget that day. It was Wednesday afternoon, July 19, 2006. I felt little bit tired after cooking and cleaning the house. So, I laid down for a while in the bedroom, reading a book. My children were playing computer in the other room. Suddenly Ben, my oldest son, ran to me and screamed, told me that Billy had fallen. Oh My God!
I rushed to get Billy. It's weird, I didn't hear him crying. I gave him a hug and I felt blood in my hand. Masya Allah....it was a lot of blood! I began to panic. At that time, my husband was at Logan airport to pick up his fellow Fulbrighter who just came from Indonesia. Quickly, I got the ice cubes and towel and tried to cover his wound. Billy began to cry. The blood came from his back head (I didn't even have a heart to find where's exactly the wound was) and the blood started to wet his shirt. I told Ben to hold the towel and stay with his brother while I went out to get help.
Thank God, I saw my neighbour Matt outside our apartment, just about to leave with his car. I told him about Billy and asked if he can accompany me to the hospital. He didn't mind but after he saw that the wound was in the head, he thought that Billy may need special treatment before being brought to hospital. He made a call (I don't know exactly.....911 or hospital) and explained Billy's condition to them. He told me that we cannot bring Billy to hospital ourselves but should wait for the ambulance instead.
Five minutes later I heard the siren of the ambulance. The paramedics started to examine Billy's wound and asked some questions. Only at that moment I saw where the blood came from: it was an open wound approximately 6 cm long in the left-side of his head. It's so scary. Later on, they covered that wound with bandage and put some kind of helmet in Billy's head. And then, they put him in the stretcher and brought him to the ambulance.
My other neighbours stopped by and asked if I need help. I asked one of them to look after Ben while I went to the hospital.
We arrived at Emergency Room at Newton Wellesley Hospital and met the doctors. After a while, my husband arrived. He looked so worried but relaxed after seeing Billy with smile in his face (he stopped crying at that time, and the nurse already gave anesthetic to his wound). Later on, they gave him stitches to the wound. After that, they allowed us to bring him home. We should come back a week later.
When we came to the hospital a week later, most part of the stitches healed perfectly. "You did a good job", said the nurse. Actually, every night after Billy fell asleep, I cleaned the wound from the dried blood carefully. I used a cotton bud to remove the dried blood. It was not an easy job, especially to remove the stain between the stitches.
The pediatrician removed the stitches (it looked like paper stapler) and said that nothing to worry about: the wound was only in the surface, it had no effect to his brain. Alhamdulillah.
That was my scariest experience...
Berikut ini salah satu posting lawas yang saya anggap penting, menceritakan secara singkat perjalanan menuju Negeri Paman Sam, sekitar 8 tahun yang lalu. Saat itu suami saya sudah berada di Boston untuk melanjutkan studi di Boston University. Ben, si sulung, waktu itu berusia 8 tahun dan Billy 5 tahun. Alhamdulillah perjalanan waktu itu lancar sampai ke tempat tujuan.
Perjalanan Menuju Boston, AS
Hari itu 23 Maret 2006, kami diantar keluarga besar (Mbahyi alias Nenek, Abah Ibuk, adik-adik bersama para keponakan) menuju bandara Cengkareng. Saya membawa 3 koper besar dan 2 tas tenteng yang berisi mainan/buku dan makanan kecil buat anak-anak. Saya langsung check-in ke counter Garuda. Ternyata petugas bilang salah satu koper saya
overweight. Saya coba negosiasi dengan petugas itu, tapi dia bilang, daripada nanti setelah di Singapura saya dapet masalah dengan Northwest, mendingan sekarang mumpung masih ada waktu, koper segede gajah itu dikurangi isinya, dipindah ke koper yang lain. Untungnya saat itu masih ada tas milik Abah di mobil, entah apa isinya. Akhirnya Abah Ibuk dibantu dengan Pak Ansori dan Pak Bambang (teman keluarga) membongkar koper bermasalah itu dan memindahkan sebagian isinya. Saya sibuk ngisi formulir Imigrasi dan juga mengurus pembayaran fiskal.
Setelah semua beres, tibalah saat untuk kami berpamitan. Duh, sedih rasanya meninggalkan Indonesia. Alhamdulillah, sekitar pukul 10 malam kami tiba di Singapura. Kami mendapat jatah menginap di hotel dekat bandara (yang ternyata nggak terlalu dekat juga karena kami harus naik bus lumayan lama). Hotelnya keren banget, sampai anak saya bilang: "Mamah, kita nginep di sini 2 hari aja ya, jalan-jalan dulu baru berangkat ke Amerika…" hehhe..Enak aja!
Setelah sholat, sekitar pukul 12 malam saya bisa istirahat (dengan was-was takut nggak bisa bangun karena kami harus berangkat pagi-pagi sekali). Tak lupa saya meminta tolong resepsionis hotel untuk membangunkan saya sekitar pukul 3.30 pagi.
Paginya, saya bangunkan anak-anak untuk segera turun ke lobby karena kami harus naik
shuttle bus yang berangkat ke bandara sekitar pukul 4 dinihari. Sampai di bandara, dengan muka ngantuk, kami berusaha mencari sarapan. Untungnya ada kedai McDonald di sana. Singkat cerita, akhirnya kami naik pesawat Northwest yang akan membawa kami ke transit berikutnya: Tokyo, Jepang.
Di bandara Tokyo, meski sudah mulai kelihatan capek, anak-anak masih tetap ceria. Sambil menunggu waktu keberangkatan berikutnya (sekitar 2 jam), kami beli sushi (uenak..kata Iben) dan setelah itu sambil lesehan di ruang tunggu saya keluarkan buku bacaan, buku gambar dan crayon mereka. Mereka pun asyik membaca dan menggambar di ruang tunggu yang luas itu.
Akhirnya, kami pun dipersilahkan masuk ke pesawat untuk perjalanan berikutnya.

Next stop: San Fransisco. Dalam pesawat ini, Iben terpaksa duduk terpisah dari saya dan Billy. Saya sempat punya niat untuk minta tukeran dengan orang di sebelah saya, tapi nggak berani (hehe). Toh saya lihat Iben nggak masalah duduk diapit dua orang bule. Untungnya tempat duduknya masih sebaris, jadi meski terpisah, saya masih bisa memantau kondisinya. Dalam perjalanan kali ini Billy mulai bete: "Kapan sampainya Mah? Berapa jam lagi?" Segala macam mainan dan atau buku bacaan sudah nggak mempan lagi untuk membujuknya. Saya tawarin makanan kecil (yang mulai menipis stoknya) juga nggak mau. Untungnya tak berapa lama kemudian karena capek dia tertidur juga akhirnya.
Setiba di San Fransisco, kami harus antre lumayan panjang di konter Imigrasi. Untungnya nggak ada masalah. Petugas cuma memeriksa kelengkapan dokumen: paspor, visa, DS2019 dll..dan kami pun dipersilahkan masuk. Berikutnya adalah pemeriksaan bagasi. Duh, saya sempat deg-degan karena anjing pelacak yang dibawa petugas mendekati salah satu koper saya (yang kebetulan isinya makanan semua: krupuk, ikan asin, kacang……you name it..semua ada). Koper dan tas yang lain semua nggak ada masalah. Tapi koper berisi makanan itu harus dibongkar. Wah, mereka obrak-abrik semua. Saya memang bawa abon sapi yang khusus dibuat oleh Mbahyi (menurut saran beberapa teman, kalo dikemas dalam kaleng bakalan lolos. Ternyata nggak). Trus saya juga dititipi keluarga Mbak Uum, ragi tempe yang dibungkus rapat dengan daun dan koran, setelah dibuka ternyata ada jeruk sambel di dalamnya. Dibuang semua sama petugas. Saya sempat diinterogasi juga. Saya bilang aja, nggak tahu karena ini pertama kalinya saya ke Amerika. Anehnya, ikan asin dan terasi yang baunya masih tercium meski udah ditutup bubuk kopi, lolos semua.
Setelah melewati proses interogasi yang lumayan mendebarkan itu, kami diijinkan masuk ke pos berikutnya. Sebelum memasuki terminal keberangkatan menuju Boston, kami harus melewati security yang lumayan ketat: selain melewati
metal detector, kami juga harus melepas sepatu dan ikat pinggang.
Dengan sisa-sisa tenaga, akhirnya kami sampai juga ke ruang tunggu keberangkatan berikutnya. Iben dan Billy sudah bete abis, nggak bisa lagi senyum apalagi ketawa. Kami harus menunggu sekitar 1,5 jam lagi sebelum keberangkatan berikutnya. Tiba-tiba petugas American Airines bertanya: "Are you going to Boston?" Saya mengiyakan. Kemudian dia bilang kalo masih ada seat tersisa dalam pesawat yang akan segera berangkat ke Boston. Dan dia menawarkan kalo saya mau, bisa ikut sekarang. Wah, tentu saja tawaran yang menarik. Daripada menunggu lama di bandara, mendingan segera berangkat. Tapi sesaat sebelum kami boarding, saya baru ingat kalo saya harus memberitahu suami yang akan menjemput di bandara Logan. Untungnya saya masih sempat mengirim sms memberitahukan bahwa kami akan datang lebih awal.
Akhirnya…..sampai juga kami ke bandara Logan di Boston. Setelah menunggu beberapa saat, suami saya yang ditemani Mas Joas dan Mas Sukidi pun tiba. Senangnya!! Tapi kami harus menunggu bagasi saya yang datang dengan pesawat berikutnya. Lumayan lama juga. Billy saat itu sudah kelihatan agak pucat dan lemas karena capek. Untungnya setelah dibelikan coklat panas di kedai DunkinDonat, dia terlihat mendingan.
Ketika koper-koper bawaan saya akhirnya nongol di ban berjalan (yang langsung ketahuan karena saya beri label nama lengkap dengan alamat dengan tulisan gede-gede), suami dan teman-teman kaget juga karena banyak dan gedenya koper-koper itu. Berat lagi.
Begitu keluar dari gedung bandara, bbrrr….angin dingin langsung menerpa wajah-wajah kami. Untunglah waktu itu suami sudah membelikan jaket tebal untuk kami bertiga.
Sampe di apartemen kami di daerah Newton, kami disambut dengan masakan Mbak Uum alias Ny Sukidi: soto daging dan tumis tempe. Waduh, langsung kami santap dengan gembira ria. Makasih ya Mbaak..

Pembuka

Bismillah.

Akhirnya memberanikan diri untuk memulai membuat blog baru. Sekian lama punya keinginan untuk membuat blog, tertunda terus dengan berbagai macam alasan.

Pasca ditutupnya Multiply, yang selama beberapa tahun telah menemani sebagai tempat berbagi cerita, menuangkan uneg-uneg, juga menyimpan resep masakan, entah mengapa belum menemukan kemantapan hati untuk membuka blog baru. Sudah merasa cukup puas mengekspresikan diri melalui facebook, twitter, dan Path. Padahal banyak sekali teman yang menanyakan kapan bikin blog, terutama mereka yang selama ini menanti resep masakan atau kue baru.

Akhirnya di momen tahun baru ini--meski udah lewat sebulan, saya beranikan diri untuk menulis lagi di blog. Sebagai permulaan, saya akan memindahkan beberapa tulisan lama hasil pindahan dari Multiply, yang saya anggap penting untuk dikenang dan dibaca ulang, ketika saatnya pengen bernostalgia..

Mudah-mudahan bisa konsisten update blog ini. Amin.

Salam,

ienas tsuroiya